Valentino Rossi Pensiun Saja

Dunia motogp belakangan ini menghebohkan dunia media. Usut punya usut, penyebab hebohnya dunia motogp dikarenakn insiden crash antara Valentino Rossi dan Marques dilaga motogp Sepang Malaysia 2015 minggu kemaren.

Entah disengaja atau tidak, menurut sisi camera dan media eletronik perangkat canggih milik motogp memutuskan si Vale yang bersalah dalam insiden tersebut. Diikuti dengan si Vale yang mendapatkan sanksi di sesi Valencia besok harus start pada posisi akhir.

Si Vale kurang dewasa

Menurut si Vale, Marq sengaja melakukan penghambatan terhadapnya di beberapa tikungan pada lap awal, atas dasar Marq berkerja sama dengan Jorge Lorenzo yang berujung pada tersungkurnya si Marques.

Kalau memang si Marq melakukan penghambatan pada si Vale. Harusnya ada bukti-bukti pengereman pada aspalnya. Lagian mereka sama-sama dalam kondisi speed yang cepat. Terus sengaja penghambatannya dimana? Memang agaknya si Vale kurang dewasa dalam menyikapi duelnya dengan si Marq. Bisa jadi sikap sportivitasnya si Vale mulai menurun seiring dengan umurnya yang sudah mulai tua. Ini sih menurut saya, lho!

Valentino Rossi, lebih baik pensiun saja.

Setelah mendapat gelar juara dunia sebanyak 7 kali. Saya lebih menyarankan si Vale untuk pensiun saja. Dan memberikan peluang dan kesempatan bagi yang muda-muda untuk lebih bisa eksis didunia motogp. Masa lebih dari 10 tahun yang mendominasi juara dunia motogp, orangnya itu-itu melulu. Hehehe.

Sekiranya seperti itu pandangan saat terhadap berita motogp yang lagi eksis dibicarakan banyak orang dan media massa.

Sekian dan matur suwun.

Sumpah Pemuda 2015

Pertama : Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedua : Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe, berbangsa jang satoe. Bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoengdjoeng bahasa persatoean. Bahasa Indonesia.

Dari kutipan diatas, yang bersumber dari sini.

Kira-kira sepeti itu Putusan Kongres Pemuda atau sering disebut sebagai Sumpah Pemuda. Dan tanggal 28 Oktober menjadi Hari Sumpah Pemuda, bisa juga diartikan sumpahnya para pemuda dan pemudi seluruh Indonesia. Yang sering menjadi pertanyaan pribadi saya. Apakah para pemuda dan pemudi sudah benar-benar melaksanakan Putusan Kongres Pemuda tersebut?

Ditulisan kali ini saya akan sedikit melihat kelakuan para pemuda dan pemudi masa kini. Apakah sudah seperti yang di Putuskan oleh Kongres Pemuda. Dan yang jelas, dari sudut pandang yang berbeda.

Pertama : Kami poetra dan poetri Indonesia bertoempah darah jang satoe. Tanah Indonesia.

Menurut kacamata saya. Para pemuda dan pemudi memang sudah bertumpah darah alias menumpahkan darahnya di Indonesia. Lho kok bisa? Lihat saja belakangn hari ini tentang konflik agama yang berujung pada tumpahnya darah anak manusia atau dari sisi unjuk rasa para pemuda Indonesi yang berujung bentrok dan pada akhirnya tumpah juga darahnya.

Ah sudah, anggap saja saya yang salah mengartikannya. Toh, bertumpah darah satu tidak harus menumpahkan darahkan?

Kedua : Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Lagi-lagi sudahkah pemuda kita bersatu? Kayaknya sih belum, menurut saya lho ya. Lihat saja faktanya masih banyak yang saling sikut di negeri ini. Dan masihnya terpetak-petakkan, mulai dari agama, politik, bahkan sosial.

Tapikan bersatu gak harus sama, put!

Iya, bersatu tidak harus sama, tapi apa perlu gonthok-gonthokan juga?

Dijaman modern saat ini. Berperang bukan berarti mengangkat senjata. Sebagai contoh, dalam memerangi dollar yang membumbung tinggi mulai beberapa bulan lalu. Apakah pemuda dan pemudi sudah bersatu untuk menumbuhkan ekonomi yang membaik? Faktanya pemuda dan pemudinya masih saling tuding. Pokoknya Jokowi yang salah!!! Hehe.

Bukannya bersatu agar mendapatkan hasil yang terbaik, malah masih sibuk saling tuding.

Ketiga : Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Sudahkah kita menjunjung bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia? Maybe yes, maybe no.

Kadang memang aneh ya kalau kita orang Jawa yang masih tinggal di Jawa, terus menggunakan bahasa Indonesia. Terkesan tidak Njawani (menjawa-sikap dan prilaku) dll.

Menjunjung persatuan bahasa bukan berarti menyatukan bahasa itu sendiri. Karna per-satu-an bermakna dari satu-satu-an. So, saling menghargai dan menghormati bahasa salah satu makna tersirat dari isi Putusan Kongres Pemuda atau Sumpah Pemuda dan menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa penengah dari semua ragam bahasa di Indonesia ini.

Dan saya harap agar bahasa tidak lagi menjadi konflik di negeri Indonesia tercinta ini.  Dan khususnya kalian pemuda atau pemudi agar lebih bisa memahami dan menghargai, semisalkan saya bilang kepada kalian, kalau “kalian jancokkk..” hehehehe..

Sekian dan matur suwun.